PERON Hempaskan Single “Montase”, ada Ritme Post Punk di Sudut Kota Semarang

Peron adalah ritmik khas dari sudut kota semarang, sebuah band muda yang hendak menyalak melalui musik post punk.

Anoa Records baru saja merilis Montase, maxi singles berisikan dua lagu di bandcampa dan digital streaming.

Bagi Anoa Records, Peron bisa disebut sebagai band post punk perdana di roster label Jakarta ini. Peron berhasil memikat Anoa Records dengan demo materi mereka yang mengingatkan band seperti Sister Of Mercy dan Protomartyr. Pastinya Peron oleh label ini menghadirkan itensitas musik yang seru dan solid.

Peron sendiri berisikan empat personil, Faisal (vokal), Sultan (drum), Rizki (bass), dan Rio (gitar).

Keempatnya punya alasan tersendiri kenapa memilih genre post punk di band mereka. “Kami mencoba melawan arus di kota kami sendiri. Dan post-punk merupakan genre yang cukup jarang di Semarang. Kami mendengar band-band seperti Viagra Boys, Idles, dan Murder Capital yang dikemas dengan intensitas musik raw, emosional dan menyiratkan kemarahan, namunt Tetap asyik untuk berdansa” kata Sultan.

Berusiakan 25 tahunan, Peron mewakili keresahan yang umum terlihat di usia mereka. Pilihan hidup, pekerjaan, aktualisasi, dan menjadi manusia untuk bertahan hidup. Lagu Montase, single utama mereka, bisa mewakili hal-hal itu. “Montase merupakan kemarahan atas dinamika yang tak adil terhadap kalangan pekerja. Mendapatkan pekerjaan dan gaji mentereng karena ‘orangd Dalam’, sementara orang dengan skillset bagus dikalahkan dengan gaji underpaid,” ucap Faisal.

Hal itu pun tersirat jelas dalam lirik Montase pada bait “monopoli, greedy kau punya privilege”.

“Analogi mudahnya mungkin bisa disebut Nepotisme” tambah Rio.

Proses rekaman Montase terbilang cepat. “Montase itu merupakan track terakhir kami, danm Menjadi track yang paling cepat secara proses kreatif dan rekaman” ucap Sultan “Dalam proses kreatifnya sound gitar memang dibuat bertabrakan dengan bass, tapi kami berusaha agar tetap terdengar nyaman di telinga. Pada, saat itu pun sound engineer kami yaitu Dzul Fawaid Ahmad saat proses rekaman sempat dibuat bingung dengan sound yang kami buat.

Dzul Fawaid Ahmad bersikeras antara gitar dan bass tersebut memiliki kunci yang berbeda. Dan saat dicoba lagi secara bersamaan dengan proses analisa dari Dzul Fawaid Ahmad, ternyata ada kunci yang pas pada sound tersebut” ucap Rizky.

“Pada proses ini Sultan juga berusaha memasukkan bunyi “Tribal” diantara verse menggunakan tom” tambah Rio. “Secara keseluruhan proses rekaman untuk lagu Montase hanya memakan waktu selama satu hari. Pada saat rekaman lagu Montase, rizky bassist kami berhalangan hadir karena waktu itu dia sedang proses lamaran. Saat proses recording bass akhirnya di isi oleh Rio yang dilakukan secara one take langsung tanpa kesalahan” tambah Faisal.

Bagaimana melihat Peron di scene Semarang?

“Peron di scene Semarang menjadi band post-punk satu-satunya yang masih aktif. Sebelumnya ada Laughter dan In Futuro yang terlebihd Dahulu eksis. Semoga kehadiran kamii bisa memantik banyak band-band post punk baru untuk bermunculan di Semarang,” kata Faisal.

Kini, Peron berencana akan meriuhkan tahun 2025 dengan lebih banyak rilisan, bisa melakukan tur, dan berencana berkolaborasi dengan musisi dari band lainnya. “Harapannya sih Peron bisa bertahan dan eksis dalam waktu yang lama entah di Semarang maupun di lingkup yang lebih uas lagi” tambah Rio.